Tanggal 11 Oktober kemarin diperingati sebagai Hari Obesitas Sedunia. Dan faktanya saat ini secara global epidemi obesitas begitu cepat. Obesitas telah menjadi tantangan terbesar terhadap kesehatan masyarakat. Obesitas berada diurutan ketiga penyebab penyakit kronis.
Demikian juga di Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan prevalensi anak gemuk dan obes pada usia antara 6 – 18 tahun meningkat tajam dibandingkan tahun 2010. Kegemukan dan obesitas akan memengaruhi prestasi belajar dan kualitas hidup anak.
Selain itu dalam jangka panjang menjadi faktor pemicu berbagai penyakit yang sebenarnya dapat dicegah seperti penyakit diabetes, kanker dan jantung. Tentu masih lekat dalam ingatan publik, kasus obesitas ekstrim yang dialami Arya Permana, bocah asal Desa Cipurwasari, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Karawang, Jawa Barat dan Rizki Rahmat Ramadhon di Palembang beberapa waktu lalu.
Kasus itu menggambarkan kurangnya perhatian pemerintah serta ketidakpahaman orang tua dalam menerapkan pola makan sehat terhadap anak. Ini juga membuktikan belum berjalannya program Indonesia Sehat.
Kasih sayang tanpa pengetahuan dan kesadaran cukup tentang pentingnya menerapkan pola konsumsi dengan gizi seimbang malah berujung pada anak-anak yang obesitas. Obesitas yang dialami kedua anak tersebut, seperti juga kecenderungan yang semakin meningkat di anak-anak lainnya, disebabkan pola makan yang tinggi gula, garam dan lemak dari makanan instan dan cepat saji yang disukai anak-anak.
Sementara makanan sehat seperti sayur mayur, buah-buahan dan sumber protein sehat malah jarang disajikan. Pendekatan yang menyeluruh dan sinergis antar lembaga dan kementerian sangat diperlukan.
Terutama untuk memberikan pemahaman tentang gizi yang benar, akses terhadap makanan sehat. Serta pembatasan paparan makanan yang tidak sehat, mengandung gula dan lemak tinggi, yang justru kerap diiklankan. Dan tidak boleh dilupakan adalah penanganan bagi anak-anak yang terlanjur kegemukan untuk memperbaiki kondisi kesehatannya.
Hal lain yang harus didorong adalah agar anak-anak mau melakukan kegiatan fisik yang menyenangkan untuk menjaga kesehatan sejak dini. Sebab jika ingin membangun generasi penerus yang lebih sehat, cerdas dan kuat, Indonesia perlu segera membenahi pola makan di kalangan anak Indonesia. Dan, pemerintah harus serius memerangi obesitas yang diderita anak Indonesia.
Pemerintah perlu segera menyusun strategi nasional untuk menghentikan obesitas pada anak. Hal ini perlu dilakukan secara sinergis antar kementerian dengan melibatkan masyarakat dan profesi kesehatan.
Orang tua, masyarakat juga sekolah perlu memiliki pemahaman yang baik tentang pola konsumsi dan kualitas gizi. Sehingga dapat aktif memantau kesehatan anak sejak dini. Sudah saatnya menyadari bahwa kasih sayang bukan hanya diwujudkan dalam bentuk makanan yang diinginkan anak. Tetapi makanan yang dibutuhkan anak.
Sekarang ini, secara global, lebih dari 223 juta anak sekolah mengalami kegemukan dan obes. Apabila kondisi ini dibiarkan, diperkirakan akan mencapai 268 juta anak pada 2025. Obesitas terjadi karena kelebihan mengonsumsi makanan dibandingkan yang dibutuhkan tubuh. Akses makanan murah, promosi yang menarik serta aktivitas yang menurun drastis menjadikan masyarakat kita menggemuk.
Pada 2014, WHO sendiri telah membentuk Komisi untuk Mengakhiri Obesitas pada Anak dengan mandat menyusun rekomendasi untuk mengatasi obesitas pada anak dan remaja. Pemerintah Indonesia juga diharapkan menyusun strategi nasional dengan merujuk pada laporan ini.
Mencegah obesitas pada anak harus dimulai sejak dini. Langkah dan tindakan yang harus dilakukan antara lain menurunkan obesitas saat kehamilan, meningkatkan pemberian ASI pada bayi (ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, dan tetap menyusui hingga 2 tahun), mendorong anak dan remaja aktif bergerak. Dan membatasi konsumsi makanan dan minuman tinggi lemak dan gula.